
Tentang SABATU
Sekilas tentang SABATU
Sekilas tentang SABATU
Pusat Rehabilitasi Penyandang Disabilitas Fisik SABATU didirikan pada 1 Juli 1998 oleh Br. J.L.C. Wijnans, OFMCap., seorang biarawan Kapusin dari Belanda. SABATU adalah singkatan dari SAling memBAnTU. Dari tahun 1998 sampai tahun 2011, Panti atau Pusat Rehabilitasi Penyandang Disabilitas Fisik ini berkarya di bawah naungan Keuskupan Agung Pontianak. Pada tahun 2012, Pusat Rehabilitasi Penyandang Disabilitas Fisik berubah menjadi yayasan bernama Yayasan Sabatu dengan Akta Pendirian Notaris Nomor 22 tanggal 09 Mei 2012 dan pengesahan SK Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU – 6387.AH.01.04. Setelah menjadi Yayasan, Pusat Rehabilitasi Penyandang Disabilitas Fisik berkarya di bawah naungan Ordo Kapusin Provinsi Pontianak, Kalimantan Barat. Yayasan Sabatu berkarya di bidang sosial dan kemanusiaan khususnya habilitasi dan rehabilitasi bagi penyandang disabilitas.
Kelahiran Sabatu dilatarbelakangi keprihatinan terhadap kondisi anak-anak disabilitas dan penyandang disabilitas dewasa khususnya difabel cerebral palsy atau penyandang disabilitas berat lainnya yang berasal dari pedesaan di Kalimantan Barat. Keprihatinan dan belarasa muncul sebagai reaksi atas kondisi-kondisi antara lain:
- Sebagian besar penyandang disabilitas berasal dari keluarga kurang mampu yang menyebabkan penyandang disabilitas tersebut mengalami kesulitan dalam mengakses berbagai layanan yang dibutuhkan;
- Sebagian besar penyandang disabilitas mengalami kesulitan dalam mengakses pelayanan terutama karena jauhnya jarak ke pusat layanan yang dibutuhkan;
- Layanan terapi dan alat bantu belum tersedia di daerah dekat tempat tinggal mereka;
- Pengetahuan orang tua amat terbatas dan kesibukan orang tua/keluarga untuk mencari nafkah menyebabkan sebagian penyandang disabilitas tidak mendapatkan perawatan maksimal;
- Minimnya informasi dan edukasi terkait intervensi dini atau deteksi dini sehingga orang tua/keluarga kesulitan mengambil tindakan perawatan terhadap anaknya pasca terapi secara mandiri di rumah;
- Layanan puskesmas di desa belum sepenuhnya memahami kebutuhan dan akomodasi yang sesuai bagi disabilitas, masih banyak tenaga kesehatan yang belum mengetahui jenis disabilitas seperti cerebral palsy termasuk cara penanganannya. Fisioterapis pun belum tersedia;
- Program Jaminan Kesehatan Pemerintah seperti BPJS Kesehatan tanpa bayar belum sepenuhnya dapat diperoleh penyandang disabilitas karena terbatasnya kuota, antrian yang lama, dan jauhnya jarak menuju layanan terapi;
- Alat bantu kesehatan masih sulit diperoleh karena keterbatasan provider di daerah/kota.
- Sejumlah alat bantu kesehatan belum dicover oleh BPJS dan harganya relatif mahal.
Kondisi di atas mendorong Sabatu untuk memulai gerakan kemanusiaan. Hingga kini Sabatu merupakan lembaga pertama dan satu-satunya yang memproduksi alat bantu bagi cerebral palsy dan disabilitas lainnya di Kalimantan Barat. Di samping memberikan pelayanan dalam rangka menjamin penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas, Sabatu juga mengembangkan program pemberdayaan masyarakat yang pro disabilitas demi menciptakan lingkungan yang ramah bagi penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya. Atas dasar itulah Sabatu lahir dan terpanggil untuk bersama masyarakat menciptakan komunitas yang ramah bagi penyandang disabilitas dalam mencapai kemandirian, kesejahteraan, dan kehidupan yang bermartabat sesuai amanat Undang-Undang Disabilitas Nomor 8 Tahun 2016.
Visi, Misi & Motto
Dedikasi Kami untuk Kesejahteraan Bersama

Visi
Menjadi komunitas pelayanan yang ramah bagi penyandang disabilitas untuk mencapai kemandirian, kesejahteraan, dan kehidupan yang bermartabat.

Misi
- Meningkatkan pemahaman orang tua, keluarga dan masyarakat akan keberadaan penyandang disabilitas termasuk anak dengan disabilitas.
- Mengusahakan pembangunan kemandirian penyandang disabilitas termasuk anak dengan disabilitas melalui kesempatan memperoleh akses cara berpenghidupan sehari-hari, pendidikan, kesehatan, bermain dan menikmati kehidupan yang layak serta memotivasi melalui sikap wajar dalam mengembangkan potensi.
- Mendorong pemerintah dan pihak lainnya untuk mengimplementasikan berbagai regulasi yang berkaitan dengan upaya perlindungan, peningkatan akses dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas termasuk sarana dan prasarana program.
- Mewujudkan lingkungan ramah disabilitas.

Motto
Surge et ambula dapat diterjemahkan “Bangunlah dan berjalanlah.” Motto ini dirumuskan dalam suatu pembicaraan Pengurus Yayasan Sabatu pada tanggal 5 Mei 2023. Saat itu dianggap perlu membuat motto ringkas, bermakna, dan relevan untuk menyemangati karya Sabatu. Pater Kosmas Jang, OFM.Cap. mengusulkan seruan Yesus (Bangunlah, angkatlah tilammu, dan berjalanlah) ketika Ia menyembuhkan seorang yang sudah menderita kelumpuhan selama tiga puluh delapan tahun di serambi Betesda (Yoh. 5:1-8). Seruan itu dicari rumusan dalam bahasa Latin (Surge et ambula) dan disepakati untuk dijadikan motto karya Sabatu karena sangat relevan dengan pelayanan yang diberikan kepada penyandang disabilitas.